Senin, 05 Desember 2016

Lirik Lagu Dicky Smash Feat Princey the Incons - Takkan Bersatu



Takkan Bersatu

Everything got so weird
There's nothing left today
What happen like you say
And  ending like this way
 
Berat saat harus berjalan
Tanpa dirimu hampa kurasa
Kosong itu yang aku rasakan
Bagaikan langit tiada berbintang

 Saat itu ku sadari
Kita takkan pernah bisa menyatu
Saat itu ku merasa
Semua tak lagi bermakna

Takkan mungkin lagi
Tak mungkin lagi memilikimu kini
Takdir memilih kita takkan bersatu
Tapi harus kamu sadari
Benar ku merindukan kamu kasih
Tak dapat sedikitpun ku menghapusnya

Sakit itu yang aku rasakan
Saat melangkah tanpa dirimu
Apa yang harus aku perbuat
Agar dirimu jadi milikku

Saat itu kusadari
Kita takkan pernah bisa menyatu
Saat itu ku merasa
Semua tak lagi bermakna

Takkan mungkin lagi
Tak mungkin lagi memilikimu kini
Takdir memilih kita takkan bersatu
Tapi harus kamu sadari
Benar ku merindukan kamu kasih
Tak dapat sedetikpun ku menghapusnya

Lirik Lagu Morgan Oey - Sesalku



Sesalku

Selama hidupmu tak pernah kau katakan
Perasaanmu kepadaku yang pernah ada
Hanya cinta yang bisa, buatku tlah merasa
Bahwa kau takkan pergi tuk tinggalkan aku

Selama aku bisa
Ku kan menjadi apa saja yang kau pinta
Agar kau tenang disana
Dan takkan pernah sepi sendiri
Selama aku mampu
Ku kan mencoba untuk kenang semua tentangmu
Hingga ku tak lagi bisa pertahankan semua

Tuhan dengar do’a ku
Sampaikan kepadanya
Nantikan aku disisinya
Hingga aku mati

Selama aku bisa
Ku kan menjadi apa saja yang kau pinta
Agar kau tenang disana
Dan takkan pernah sepi sendiri
Selama aku mampu
Ku kan mencoba untuk kenang semua tentangmu
Hingga ku tak lagi bisa pertahankan semua

LIRIK LAGU ILHAM FAUZIE - PERCAYALAH PADAKU



Percayalah Padaku

Saat pertama ku pandang wajahmu
Senyummu hal terindah di hidupku
Sosok wanita yang ku dambakan
Berkhir sudah penantianku
Waktupun terus bergulir

Tak ingin ku sia-siakan
Lengkapi serpihan hatiku
Jadilah pendamping hidupku

Jangan kau ragu percayalah padaku
Ku habiskan sis hidupku denganmu
Relakan hatimu hanya untukku
Biar kujaga selalu seumur hidupku

Waktu pun terus bergulir
Tak ingin ku sia-siakan
Lengkapi serpihan hatiku
 Jadilah teman hidupku

Jangan kau ragu percayalah padaku
Ku habiskan sisa hidupku denganmu
Relakan hatimu hanya untukku
Biar kujaga selalu seumur hidupku

FANFICTION LAST DREAM



LAST DREAM ABOUT HIM
Authorized by bangsakugenerasi@gmail.com (WPd:Reska Ayu Kumala)
Genre are Hurt/Comfort, Angst, Tragedy
Type One Shoot
Rate T
Warning :
Before you read this story i would like to appologize if found many typos, out of plot and for every single mistakes.
       
Summary
Ketika mimpi berkehandak untuk menyatakan kenyataan yang akan datang. Kepercayaannya terhadap mimpi-mimpinya membuatnya bingung. Dia harus dihadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama akan mengubah hidupnya. Merelakan orang yang begitu berarti dalam hidupnya dengan menjalani kehidupan masa depan yang sudah ditakdirkan. Atau memilih menyelematkan orang yang begitu berarti namun dengan kehidupan yang harus ditatanya kembali. Takdir menakutinya, membuatnya takut akan pilihan yang akan diambilnya. Ketakutannya menghadapkannya dengan kenyataan takdir yang membuatnya harus merelakan orang yang berharga dalam hidupnya. Dia tahu, pada akhirnya dia tidak bisa mengelak dari takdirnya.

Last Dream About  Him

Deru mesin kereta api terdengar nyaring di gendang telinga. Stasiun ini terlihat sepi tanpa ada banyak aktivitas dari para penumpang kereta yang biasanya berlalu lalang.
Hanya ada beberapa orang yang terlihat menunggu kedatangan kereta tujuan mereka, sambil duduk di kursi tunggu. Serta dua orang penjaga stasiun yang terlihat beberapa kali melintas di area tersebut.
Stasiun itu merupakan jalur alternative menuju kota-kota besar di dekat wilayah tersebut. Sehingga meskipun tidak ada satu pun penumpang dari stasiun itu masih banyak kereta api yang melintas setiap harinya.
Di balik kesunyian stasiun, dua sejoli berdiri mematung di tepi rel kereta api. Memandang kosong gerbong-gerbong kereta yang melintas di hadapan mereka. Dari ujung depan hingga ujung belakang kereta itu menjadi pemandangan utama mereka. Tak luput pula deru mesin yang selalu mendominasi gendang telinga mereka saat kereta melintas.
Keduanya saling menautkan jari-jari tangan mereka membentuk suatu ikatan hangat. Genggaman tangan. Telapak tangan kekar itu terlihat serasi dengan telapak tangan yang lebih kecil dalam tangkupan telapak tanganya. Begitu erotis dengan sebuah aksen gelang dari anyaman sehelai benang berwarna onyx serta berhiaskan liontin berbentuk kunci yang terpasang di masing-masing pergelangan tangan.
Dari tangan kekar itu dapat diketahui bahwa pemiliknya adalah seorang lelaki muda yang masih menyandang status sebagai pelajar. Dari wajahnya yang masih terlihat begitu muda serta senyumnya yang identik dengan anak muda. Sudut-sudut bibirnya tertatik menyinggungkan seulas senyum tulus tanpa dosa.
Pipi gembilnya semakin terlihat gemuk karena senyumannya yang terus bertengger di wajahnya. Begitu hangatnya senyum tulusnnya. Bagaikan hangatnya musim semi yang baru hadir di balik dinginnya musim dingin. Memeluk dinginya embun musim dingin terakhir dan menuntunnya menuju kehangatan duniawi.
Di balik kungkungan tangan kekar itu tersembunyi sebuah telapak tangan kecil yang masih terlihat lugu. Daari caranya membalas genggaman tangan tangan kekar itu seolah menampakkan bahwa sang pemilik tangan kecil itu pertama kalinya menggenggam tangan lawan jenisnya.
Gelagatnya tampak gelisah. Tautan tangannya dengan sang lelaki itu semakin kuat seakan tidak ingin dilepaskan dan ditinggal pergi jauh. Air mukanya semakin tidak tenang ketika sang lelaki mulai menarik tangannya. Membimbingnya melintasi rel kereta api yang sudah tidak dilewati kereta api.
Sang lelaki maju selangkah mendahului, sementara sang gadis masih mematung di belakangnya. Memandang nanar tautan hangat tangan mereka. Manik coklat cerahnya merefleksikan ketakutan yang ada di dalam hatinya. Dalam takut gejolak nalurinya mengajaknya tegar menghadapi kenyataan yang akan terjadi nantinya.
Dia sudah tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Dan apa yang ditakutkannya adalah sesuatu yang tidak akan lama lagi terjadi diantara mereka. Kehilangan. Selamanya. Mungkin dia tahu apa yang akan membuatnya kehilangan lelaki di depannya. Ingin nalurinya mengubah kenyataan itu dengan mengajak raganya mencegah semua yang akan terjadi kepadanya. Namun logikanya menolak sang naluri secara sepihak. Keinginan nalurinya hanya akan megubah takdir  dan masa depannya.
Ketidakpastian pemikiran antara naluri dan logika membuatnya bingung memilih antara hidup tanpa lelaki yang selalu menemaninya dengan masa depan yang sama atau hidup dengan lelakinya tetapi dengan masa depan yang berbeda. Kedua pilihan itu sama-sama memiliki pengaruh besar dalam hidupnya.
Andai kedua pilihan itu tidak akan memengaruhi hidupnya, mungkin dia kan memilih hidup dengan lelaki yang selalu menemaninya meski dia harus bersusah payah menata ulang masa depannya. Dengan pilihan itu mungkin dia akan menarik sang lelaki kembali pada posisi awalnya dan menggeleng lalu berkata, ‘ Jangan pergi ke sana!’.
Ketidakmampuannya memilih membuatnya terdiam mematung. Ketika langkah sang lelaki mulai menapak tubuh mungilnya tersendat. Tertarik oleh genggaman tangannya dengan lelaki dihadapannya. Langkah kaki jenjangnya terseret mengikuti langkah pemuda di hadapannya. Tidak ada perlawan yang dilakukannya. Dirinya memilih mengikuti jalan takdir yang sudah digariskan pada kehidupannya. Hidup lelaki itu berharga baginya. Namun takdir  lelaki itu lebih baik daripada dirinya.
Dua pasang kaki berjalan beriringan menyusuri sepanjang rel kereta api yang sepi. Batu kerikil di bawahnya menjadi landasan mereka berjalan perlahan. Angin senja membawa hawa dingin  sedingin satin. Mengibaskan helaian mahkota hitam di masing-masing kepala.
Kaki mungilnya sesekali tersandung batu kecil di bawahnya. Membuat lelaki di hadapannya tersentak kaget dan mangkapnya agar tidak jatuh. Senyum kecil mengembang di garis bibir keduanya. Sekilas. Lalu kembali melangkahkan kaki menuju suatu tempat.
Mereka akhirnya sampai di sebuah padang rumput sempit dekat rel kereta api. Tempat sederhana yang menyuguhkan indahnya langit senja. Bangku taman itu menjadi tempat mereka memandang indahnya sang senja berdua. Ditemani oleh burung-burung senja yang sudah mulai beterbangan dibeberapa sisi langit. Semilir dingin angin membawa nuasa tersendiri bagi rumput-rumput yang menari karenanya.
Sang lelaki melepaskan genggamannya dengan sang gadis lalu menggunakan kedua tangannya sebagai penyangga tubuhnya yang sedikit condong ke depan. Kedua iris coklat gelap dengan pupil hitam itu memandang indahnya sang senja.
Gadis di sampingnya hanya memandang sendu pemandangan yang dilihat sang lelaki tanpa banyak pergerakan. Hanya gerakan kecil dari tangan mungilnya yang berusaha saling menautkan jarinya membentuk genggaman lemah di pangkuannya.
Diliriknya lelaki yang ada di sampingnya melalui sudut matanya. Sang lelaki masih terlihat sama, dengan senyum khasnya yang masih terpatri di wajah tampannya. Merasa bahwa lelaki di sampingnya masih sama, dia menengadahkan kepala memandang langit dengan semburat jingga yang terlukis indah di beberapa sisi langit senja.
Dipejamkannya matanya sekejap, kemudian kembali memandang langit di atas kepalanya dengan wajah sendu. Hatinya merasa miris merasakan takdir yang terus mengikutinya sampai di sini. Takdir yang sebentar lagi akan hadir di depan matanya. Merampas apa yang ingin dijaganya selama dia mampu. Membahagiakannya dengan segala kesederhanaan kisah yang dijalani.
Namun takdir tetaplah takdir. Manusia hanya bisa berencana sedangkan Tuhan-lah yang berkehendak atas semuanya. Takdir ini sudah terlajur digariskan dalam hidupnya. Dan mengubah masa depannya.
‘Tuhan, aku tidak tahu apa yang akan kau lakukan kepadanya. Tapi, aku mohon ... jangan sakiti dia. Janganlah kau memberinya takdir yang buruk.’ Matanya mulai terasa panas. Pelupuk matanya telah tergenang oleh cairan bening yang tergantung di sana.
Dia mulai terisak dalam diam. Dadanya terasa sesak, menyulitkannya untuk bernafas. Wajahnya pun terasa panas juga. Panas itu membuat cairan bening di pelupuk matanya seakan hampir jatuh. Kembali dia membatin.
‘Aku tidak ingin mengakhiri ikatan yang telah terjalin selama ini.’ Pilu ini membuatnya kembali terisak dalam diam.
Dibukanya perlahan tirai yang menutup matanya agar tidak membuat air matanya sungguh terjatuh. Batinnya sudah berulang kali menangis mengingat rasasakit dan pilunya kehilangan orang yang begitu berarti.
‘Aku memang tidak tahu bagaimana perasaan yang kumiliki padanya. Tapi aku tidak ingin kehilangannya Tuhan.’
Dia tidak kuat lagi menahan semua pilu di hatinya. Tangisnya tumpah tanpa suara, namun mampu mengundang sang lelaki untuk menatapnya. Lelaki itu menatapnya penuh arti tanpa banyak melakukan pergerakan yang akan mengundang curiganya. Hanya sekejap lelaki muda itu menatapnya lalu kembali menatap langit senja.
‘Aku mohon Tuhan.’ Untuk terakhir kalinya ia membatin dengan menegadah.
Kini dia menunduk menyembunyikan wajahnya yang sendu. Air matanya pun berjatuhan dengan bebasnya. Lingkaran-lingkaran transparan itu menghiasi punggung tangannya. Rasa sakit itu semakin terasa, semakin terasa bahwa takdir itu akan datang.
Gadis itu semakin mengeratkan genggaman tangannya. Semakin erat dia menggenggam tangannya, semakin banyak pula air matanya menetes. Tangisnya tidak dapat dibendungnnya lagi dan semakin keras dia menangis. Isakannya mulai menggema di telinga lelaki muda itu.
“Aku senang...” ucap lelaki itu dengan wajah datar. Tidak biasanya ia bersikap dingin, karena dia adalah tipe orang yang ceria, usil dan murah senyum.
Mendengar ucapan sang lelaki gadis itu mendongak lalu memandang sang lelaki kaget. Wajah sendunya memperlihatkan jejak air mata yang baru saja menuruni pipi mulusnya.
Lelaki itu menoleh kecil ke arah gadis di sampingnya. Dirinya memahami arti tatapan yang gadis itu berikan. Mengapa dia bisa berfikir seperti itu? Setidaknya seperti itulah gambaran arti wajah gadis di sampingnya itu.
Ia menarik sudut bibirnya, mengulas sutas senyum kepada gadis itu. Dia tahu mungkin ini adalah jawaban yang konyol. Tetapi setidaknya itu lebih baik daripada membohonginya. Jari tangannya menggapai pipi mulus di hadapannya menghapus air mata yang masih mengalir tanpa setuju dengan sang pemilik pipi itu.
“ Aku senang hari ini kau bisa bersamaku.” Lelaki itu kembali tersenyum pada sang gadis. Sementara yang diberi senyuman hanya terpaku menahan isakan tangis.
“Jika aku menemanimu hanya untuk mengantarkan kepergianmu. Apa kau akan senang?” Ujar sang gadis dengan isakan kecilnya. Salah satu sudut matanya kembali meneteskan air mata meski baru saja dihapus.
Sang lelaki menggapai tangan sang gadis dan menggenggamnya erat, lalu berkata.
“ Kalau memang seperti itu akhirnya... aku akan bahagia untukmu.”  Ditatapnya mata sang gadis dengan penuh keyakinan dan ketulusan. Sementara sang gadis hanya mampu membalas tatapan sang lelaki dengan tatapan sendu.
Lelaki itu menaarik nafas panjang lalu berkata lagi.
“Setidaknya kau akan menjadi orang terakhir yang akan aku lihat nantinya.” Lelaki itu mencoba meyakinkan sang gadis dengan kata-katanya.
“Aku ingin kau menjadi orang terakhir yang aku lupakan. Dan begitu juga denganmu. Kau akan menjadi orang terakhir yang akan melupakanku.” Gadis itu mencoba memaknai kata-kata itu dengan benar. Memahami setiap inti dari kata-kata itu.
DEG
Perkataan lelaki itu membuatnya tersentak karena kata-kata itu mengenai hatinya. Gadis cantik itu terpaku di hadapan sang lelaki. Seolah tak percaya apa yang baru saja dia temukan.
Desir angin menyapukan dedaunan gugur yang berserakan di tanah berumput itu. Menerbangkannya ke langit lepas. Rambut sebahu milik gadis itu menari tersentuh oleh angin.
“Aku tidak ingin berpisah denganmu.” Ucap gadis itu sendu.
Lelaki itu tersenyum lagi seperti saat ia menghapus air mata gadis itu. Kedua tangan kekarnya menangkup pipi sang gadis dengan lembut. Jejak air matanya terlihat begitu nyata menampakkan banyaknya air mata yang baru saja melewati pipi itu. Matanya menatap dalam mata sang gadis.
“Aku tidak akan meninggalkanmu.” Ucapnya singkat. Sang gadis tidak percaya dengan ucapan sang lelaki. Takdir sudah digariskan dalam hidupnya dan dia tidak bisa mengelak dari semua itu.
“Itu tidak mungkin. Semua sudah-“. Ucapan sang gadis terpotong karena sang lelaki menyentuhkan jari telunjuknya di bibir mungilnya. Kepala lelaki itu menggeleng pelan sebagai pertanda jika dia tidak setuju dengan perkataan sang gadis.
“ Kau bilang tidak semua mimpimmu itu akan menjadi nyata kan?. Kalau seandanya aku tidak percaya dengan mimpimu, apakah itu salah?.” Gadis itu hanya menunduk menanggapi pertanyaan yang diberikan oleh lelaki muda itu. Matanya terasa panas.
Benar apa yang dikatakan pemuda itu. Tidak seharusnya dia percaya pada mimpinya itu. Karena tidak semua mimpinya menjadi kenyataan. Walau lebih banyak yang menjadi kenyataan.
“ Percayalah padaku!”. Gadis itu mendongak menatap lelaki itu. Kekerasan kepalanya melunak melihat senyum sang lelaki yang terlihat penuh keyakinan. Gadis itu tersenyum getir.
“ Ayo kita pulang!.” Seru sang lelaki. Gadis itu mengangguk mengiyakan seruan sang lelaki.
Mereka beranjak dari kursi taman itu kemudan berjalan beriringan menyusuri rel kereta api. Kicau burung senja menjadi hiburan mereka di perjalanan. Tidak percakapan yang terjadi diantara mereka. Keduanya tenggelam dalam buaian pikiran masing-masing.
“ Bagaimana jika kita bertaruh?.” Usulan aneh lelaki itu membuat gadis manis itu terperangah dan bingung.
“Bertaruh? Bertaruh apa maksudmu?.” Tanya gadis itu heran. Lelaki muda itu terkekeh kecil.
“Bertaruh untuk ramalan mimpi anehmu itu.” Ujar sang lelaki itu dengan mudahnya. Sementara gadis di sampingnya masih belum mengerti sepenuhnya maksud dari pertaruhan itu.
Pemuda itu berhenti berjalan di sebuah tempat yang terlihat sedikit lebih tinggi dari stasiun kereta. Gadis itu juga mengikutinya berhenti satu langkah di depannya. Cahaya senja menerpa wajah bulat lelaki muda itu. Kilauanya selembut sutra yang menenangkan mata. Rambut hitamya bergerak seiring terpaan angin. Senyum kecil menghiasi wajah tampannya.
“Jika mimpimu itu menjadi kenyataan, maka kau harus mencari orang lain yang bisa menggatikanku di hidupmu.” Taruhan itu terdengar aneh bagi gadis itu dan membuatnya terkekeh.
“Taruhan macam apa itu? Mana mungkin ada orang lain yang bisa menggantikanmu di hidupku.” Lelaki itu juga ikut terkekeh kemudian tersenyum.
Dia berfikir bahwa dirinya ternyata dianggap penting dalam hidup gadis itu. Meskipun dirinya tahu bahwa dia tidak pernah menjalin hubungan kasih dengan gadis manis itu. Banyak orang yang mengira bahwa mereka berdua adalah sepasang kekasih. Namun nyatanya bukan seperti itu. Mereka hanyalah sebatas teman dekat. Jangankan menjadi kekasihnya, menjalin hubungan seperti itu dengan gadis itu saja sudah membuatnya bahagia.
“Tapi-” Lelaki itu membalikkan tubuhnya menghadap gadis yang berdiri dibelakangnya. Gadis itu sedikit kaget dengan gerak tiba-tiba dari sang lelaki.
“Jika mimpimu itu tidak menjadi kenyataan, kau harus menjadi teman hidupku dan selamanya bersamaku.” Ucap lelaki itu lantang. Gadis itu terkekeh lagi untuk kesekian kalinya karena perkataan lelaki itu.
“Itu tidak seperti taruhan. Tetapi seperti menyatakan cinta dengan cara paksa, kau tahu?” Candanya dengan lembut. Gadis itu tidak bermaksud menyinggung perasaan lelaki itu dengan kata-katanya. Memang sudah lama dia tahu bahwa lelaki itu menyukai dirinya. Namun dia diam saja menanggapinya. Dia akan menunggu sampai lelaki itu berani menyatakannya sendiri kepadanya. Seperti saat ini.
Lelaki itu mendekatkan wajahnya pada wajah sang gadis dengan cepat sehingga gadis itu pun tidak bisa mengelak. Sudut-sudut bibirnya menyinggunggkan seulas senyum manis.
“Jika iya, memangnya kenapa?.” Pertanyaan yang ambigu. Gadis itu bingung harus menjawab apa. Karena gugup, pipi putih mulusnya menampakkan semburat merah. Rasanya panas dan malu. Ia memilih memalingkan wajah menyembunyikan wajahnya yang merona.
Ia tahu ini akan terjadi. Namun ia pun tahu bahwa ia tidak akan menjawab pertanyaan itu dengan mudahnya. Pertanyaan itu terlalu sulit untuk dijawab secara cepat olehnya.
Cukup lama gadis itu terdiam. Sampai akhirnya gadis itu memandang wajah lelaki di hadapannya dengan perlahan. Wajah lelaki itu begitu menghanyutkannya ke dalam dunia yang tenang. Permata beningnya menyejukkan hati kecilnya. Ingin rasanya ia menolak pernyataan itu.
Namun, mata lelaki itu seakan membius pikirannya dan melunakkan hatinya. Lelaki itu yang selama ini bersamanya, menemaninya dengan setia. Memberinya kasih sayang nyata yang terpendam. Lelaki itu juga yang dulu pernah menyelamatkannya. Mengabdikan hidupnya untuk merawatnya dengan tulus.
Sekarang ia tahu harus memberi jawaban apa atas pertanyaan lelaki itu. Mungkin ini akan terasa menyakitkan untuknya. Karena mungkin semua itu hanya akan ada unutk sementara. Gadis manis itu memilih ’iya’ denga mengangguk kecil sebagai jawaban pertanyaan itu.
“Jika itu pilihannya, mungkin aku akn berusaha agar ramalan mimpiku itu tidak akan pernah terjadi.” Ucapnya setelah ia mengangguk kepada lelaki di hadapannya.
Lelaki itu menaikkan alisnya, bingung. Apa maksud sebenarnya dari ucapan sang gadis kurang dimengerti oleh otak dangkalya. Namun dia tahu itu sebuah jawaban yang diinginkannya dan juga gadis itu. Lelaki itu tersenyum senang.
Dia memegang kedua pundak gadis mungil dihadapannya. Dia tidak percaya gadis itu akan menjawab pertanyaan bodohnya.
“Sungguhkah itu? Aku tidak yakin kau menjawab itu dengan hatimu.” Ucapnya ragu. Gadis itu memandang dalam matanya. Menyentuhkan kesungguhan dan ketulusan yang dimilikinya. Senyum gadis itu membuat dirinya yang semula ragu terhadap gadis itu, kini berbalik percaya seutuhnya kepada gadis yang memang sudah lama dipuja olehnya. Dia tersenyum kecil.
“Aku harap ini bukan mimpi.” Ucapnya memastikan.
“Kau tidak sedang bermimpi.” Ujar gadis itu. Senyumnya kembali mengembang meghiasi wajah tampannya.
Lelaki itu begitu senang dengan apa yang baru saja didengarnya. Gadis itu menerima cintanya dengan begitu mudahnya. Walaupun dia sendiri sudah memperjaungkannya selama beberapa tahun. Kegembiraannya tidak berhenti sesaat, namun dia juga melompat-lompat senang di antara jajaran sinar senja dan jalur kereta.
Gadis di hadapannya juga tampak senang dengan kebahagiaan lelaki itu. Bohong jika gadis itu tidak bisa bahagia dengan lelaki yang selalu menemaninya selama ini. Senyum tulus itu tersunggingg indah di wajah manisnya.
Terbesit sebuah perasaan takut ketika melihat lelaki di hadapanya itu terlihat beberapa kali hampir terjatuh karena menginjak bebatuan di bawah kakinya. Rasa kekhawatirannya kembali membuatnya tidak tenang, ia takut kejadian itu benar-benar akan terjadi pada lelaki di hadapannya. Mungkin jika kejadian itu sungguh terjadi, ia akan mengalami hal yang buruk. Dan ia akan menyesali semua itu.
“Hei, jangan, melompat seperti itu nanti kau bisa jatuh!.” Peringatnya. Namun lelaki itu sama sekali tidak menghiraukan peringatannya.
Perasaannya bertambah takut dan gelisah. Apakah hal itu sungguh akan terjadi padannya? Mungkin hal itu memang akan terjadi seperti apa yang pernah dilihatnya. Meskipun ia tahu hal itu akan terjadi, ia tidak tahu kapan hal itu benar-benar akan menjadi kenyataan.
Lelaki itu masih setia melompat-lompat senang di depannya. Posisinya kini tidak jauh dari rel kereta api di samping mereka. Beberapa saat kemudian lelaki itu terlihat oleng, salah satu kakinya tidak sengaja mnginjak batu yang lebih besar. Tubuhnya terjatuh kebelakang menuju rel kereta api. Wajahnya tampak kaget dengan apa yang menimpa dirinya. Mulutnya ternganga. Tangannya terulur ke depan mencoba meraih gadis yang terbelalak di depannya,  namun gravitasi menariknya untuk jatuh sulit baginya meraih tangan gadis itu.
Gadis itu kaget, matanya terbelalak melihat kejadian itu. Tangan mungilnya berusaha meraih tangan lelaki yang berada cukup jauh darinya sebelum tubuh lelaki itu menghantam  kerasnya besi rel kereta api itu. Gadis itu berlari dengan segenap usaha meraih tangan lelaki itu agar tidak jatuh ke rel kereta.
Gadis itu takut, takut ia akan benar-benar kehilangan  lelaki itu untuk selamanya. Jika lelaki itu pergi, ia tidak akan memiliki siapapun lagi yang berharga dalam hidupnya. Ia akan menyerah untuk semuanya jika ia kehilangannya. Ia masih terus berharap Tuhan akan menyelamatkan lelaki kesayangannya.
Namun Tuhan tidak mengijinkannya bersama dengan lelaki itu lebih lama. Tuhan memilihkan jalan yang lain untuknya. Memilihkannya jalan yang seharusnya ia lewati bukannya untuk ditangisi.
Tanpa disadari kereta datang dengan kecepatan tinggi dari arah belakang lelaki itu. Sorot lampunya menyilaukan mata yang melihatnya. gadis itu masih berusaha meraih tangan lelaki itu yang masih terulur memintanya untuk menyelamatkannya. Namun naas, gravitasi menarik paksa tubuh  kekar lelaki itu ke rel kereta api.
Tubuh lelaki itu terhantam oleh kereta api yang baru saja lewat dan menghempaskan tubuh itu jauh dari pandangan sang gadis. Entah kemana tubuh itu dibawa sang kereta yang melaju itu. Tubuh itu kini sudah tidak berbekas di hadapan gadis manis itu. Yang tersisa hanyalah bayangan-bayangan dari gerbong kereta api yang melintas dengan kecepatan tinggi di hadapannya.
Mata gadis itu semakin terbelalak tidak percaya melihat tubuh yang jatuh sebelum menyentuh tanah itu sudah terhempaskan oleh kejamnya kereta api. Tubuhnya terasa kaku dan bergetar. Mulutnya sedikit menganga tidak percaya semua ini sungguh terjadi.
Matanya terasa panas, air mata pun akhirnya jatuh dari pelupuk matanya. Gadis itu menangis dalam kesedihan dan ketakutannya. Takdir sungguh kejam. Memisahkan dirinya dengan seseorang yang tidak pernah melakukan kesalahan besar padanya. Memisahkannya dengan cara paksa dan memisahkannya untuk selamanya.
Kejamnya takdir membuat air matanya semakin deras mengalir di pipi mulusnya. Nafasnya terasa sesak saat ia menyadari bahwa ia sudah kehilangan lelaki kesayangannya. Batinnya sakit. Sakit sekali.
Kereta yang melintas telah berlalu, meninggalkan sesosok gadis dengan tangisnya. Deru mesin kereta sudah terdengar samar, namun perasaan gadis ini masih belum bisa tersamarkan. Bahkan bisa dibilang perasaannya semakin larut dalam sakitnya kesedihan. Terlihat dari matanya yang belum berhenti mengeluarkan air mata. Tubuhnya masih bergetar dengan tangan yang masih terulur ke depan.
Udara mendadak terasa dingin hingga membuat tulang pun terasa nyilu. Kaki gadis itu semakin begetar kencang, mengisyaratkan bahwa kakinya tidak mampu lagi menahan tubuhnya. Dengan satu hembusan angin kaki-kaki jenjangnya menjatuhkan tubuhnya di depan rel kereta api yang merenggut nyawa orang yang berharga baginya.
Dalam posisi terduduk gadis itu menunduk menghadap tanah di bawahnya. Air mata yang tadinya mengalir di pipiny kini beralih jatuh ke atas tanah meninggalkan bekas bundar karena basah disana. Tetes-tetes air mata masih terus berjatuhan dari kelenjar air matanya dan semakin banyak menimbulkan bekas di atas tanah. Isak tangisnya semakin terdengar nyata mengisi hamparan suasana sepi rel kereta.
Langit berubah suasana menjadi murung berwarna kelabu. Gema suara gemuruh pertanda akan hujan memenuhi tempat itu. Seakan ikut merasakan kesedihan kisah mereka yang kandas sekejam ini. Tetesan air hujan mulai turun dari peraduannya. Satu tetes. Dua tetes. Hingga  hujan kini mengguyur tempat itu dengan lebatnya membasahi seluruh tubuh yang berada di bawahnya.
Air hujan seakan  mengajak gadis itu berlomba untuk menangis. Bukan hanya gadis itu yang terlihat menangis, langit juga menangis melihat kisah haru mereka. Aroma hujan semakin lebat membuat gadis itu semakin keras menangis. Air hujan yang mengalir di pipinya, seolah menyamarkan jejak air mata yang mengalir di sana.
Tangan mungilnya mencengkram tanah basah di bawah telapak tangan yang menopang tubuhnya untuk duduk tegak mengahadapi takdir.  Segenggam tanah itu digenggamnya dengan erat hingga tanah yang tadinya digenggam olehnya kini mulai keluar dari tangan mungilnya melalui sela-sela jarinya.
Gadis itu menggit bibir bawahnya menahan rasa sakitnya. Air matanya masih belum berhenti mengalir. Begitu juga dengan rasa sakit batinnya yang belum juga berakhir. Setetes air mata mengalir dari salah satu pipinya. Air mata itu berhenti di dagunya yang sedikit tumpul, seolah menunggu air mata yang lain turun bersamanya. Namun tidak ada air mata yang turun satelahnya. Air mata itu kini tidak lagi menunggu air mata yang lain. Ia jatuh sendirian dengan bantuan angin yang berhembus pelan menerpanya di antara lebatnya hujan.
Wajah sendu itu terangkat, menengadah ke langit. Menunjukkan air muka kesedihan yang selama ini disembunyikannya.
“Tidaaaaak!.” Gadis itu berteriak meluapkan kesedihannya kepada sang langit, hujan, tanah, rel kereta, dan sang senja. Ia sadar sekarang, bahwa sekarang ia sendiri. Benar-benar sendirian dengan sang derita.